Kebijakan Pemerintah
1.
Kebijakan
pemerintah pada periode tertentu :
A.
Periode
1966 – 1969
Kebijaksanaan
perekonomian Indonesia selama periode 1966 – 1969 ini adalah pembersihan
proses-proses kebijakan orde lama yang tidak efisien dan efektif terutama dari faham-faham
komunisme.
·
Ada beberapa
Titik berat pada periode 1966-1969:
1. Penurunan
tingkat inflasi
2. Proses
produksi yang tidak efektif dan efisien
3. Penggunaan
pendapatan yang lebih efektif dan efisien untuk menunjang proses pembangunan
·
Kebijakan perekonomian Indonesia selama periode 1966
– 1969
Rencana pembangunan nasional
semesta berencana (PNSB) 1961-1969 ini disusun berlandasarkann “Manfesto
Politik 1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dengan azas ekonomi
terpimpin.
·
Faktor yang menghambat atau kelemahannya
antara lain:
1)
Rencana
ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim. Defisit anggaran yang
terus meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi.
2)
Kondisi
ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia sudah
terkucilkan karena sikapnya yang konfrontatif.
3)
Sementara
di dalam negeri pemerintah selalu mendapat rongrongan dari golongan kekuatan
politik “kontra-revolusi” (Muhammad Sadli, Kompas, 27 Juni 1966, Penyunting
Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).
·
Beberapa kebijaksanaan ekonomi – keuangan:
1)
Dengan
Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961: Bank Indonesia
dilarang menerbitkan laporan keuangan/ statistik keuangan, termasuk analisis
dan perkembangan perekonomian Indonesia.
2)
Pada
tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno memproklamirkan berlakunya Deklarasi
Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963 pemerintah menetapkan berbagai peraturan
negara di bidang perdagangan dan kepegawaian.
3)
Pokok
perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun nampaknya perhatian ini diberikan
dalam rangka penguasaan wewenang mengelola moneter di tangan penguasa. Hal ini
nampak dengan adanya dualisme dalam mengelola moneter. (Suroso, 1994).
B.
Periode Pelita
I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Dilaksanakan
pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan
Orde Baru.
·
Tujuan Pelita I
Untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam
tahap berikutnya.
·
Sasaran Pelita I
Pangan,
sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja,
dan kesejahteraan rohani.
·
Titik Berat Pelita I
Pembangunan
bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi
melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk
Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Menurut
peraturan pemerintah no.16 tahun 1970 kebijakan pemerintah tentang perekonomian
membicarakan tentang penyempurnaan tata niaga ekspor dan impor. Peraturan
pemerintah pada bulan agustus 1971 membahas tentang devaluasi rupiah terhadap
dollar amerika dengan memfokuskan pada beberapa sasaran, yakni kestabilan harga
pokok, peningkatan nilai ekspor, kelancaran impor, penyebaran barang di dalam
negeri.
Rencana
pembangunan lima tahun yang pertama ini menitikberatkan pada sektor pertanian
serta industri yang (langsung) mendukung sektor pertanian (misalnya
pabrik pupuk dan alat alat pertanian).
C.
Periode Pelita II (1
April 1974 – 31 Maret 1979)
Menitikberatkan
pada sektor pertanian, dengan meningkatkan industri yang mengelola bahan mentah
menjadi bahan baku (misal: karet, minyak, kayu, timah). Sasaran yang hendak di
capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana,
mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja. Fokus pembangunan ini di
fokuskan pada pengkreditan untuk mendorong eksportir kecil dan menengah serta
mendorong pengusaha kecil atau ekonomi menengah dengan kredit investasi kecil
(KIK).
Adapun
kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah dalam pelita II ini adalah dengan
melakukan penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing di pasar
dunia. Penggalakan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam negeri, yang
menghasilakn cadangan devisa naik dari $ 1,8 milyar menjadi $ 2,58 milyar dan
naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar pada
periode pelita II tersebut. Sedangkan kebijakan moneter yang dilakukan
pemerintah adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing komoditi
ekspor karena tingkat rata-rat inflasi 34%, resesi dan krisis dunia tahun 1979,
serta penurunan bea masuk impor komoditi bahan dan peningkatan bea masuk
komoditi impor lainnya.
Namun dengan
adanya pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk
7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi
kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di
bangun.
D.
Periode Pelita III (1
April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelita III
lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan
ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pelita III ini
menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta
menignkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Pedoman
pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari
kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam
suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Isi Trilogi
Pembagunan adalah sebagai berikut:
1.
Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2.
Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi.
3.
Stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis.
E.
Periode Pelita
IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Menitikberatkan
pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju swasembada pangan, serta
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri,
baik industri berat maupun industri ringan. Hasil yang dicapai pada Pelita
IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil
memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada
beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan
Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi
Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB
dan Rumah untuk keluarga.
Adapun contoh dari kebijakan
yang dilakukan pemerintah dalam pelita IV ini adalah sebagai berikut:
·
Kebijakan
Inpres No. 5 tahun 1985, yakni meningkatkan ekspor non migas dan pengurangan
biaya tinggi dengan :
a)
Pemberantasan
pungli
b)
Mempermudah
prosedur kepabeanan
c)
Menghapus
dan memberantas biaya siluman
·
Paket
Kebijakan 6 Mei (PAKEM): mendorong sektor swasta dibidang ekspor dan penanaman
modal.
·
Paket
Devaluasi 1986 : karena jatuhnya harga minyak dunia yang didukung dengan
kebijakan pinjaman luar negeri.
·
Paket
Kebijakan 25 Oktober 1986 : deregulasi bidang perdagangan, moneter, dan
penanaman modal dengan cara :
a)
Penurunan
bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku
b)
Proteksi
produksi yang lebih efisien
c)
Kebijakan
penanaman modal
·
Paket
Kebijakan 15 Januari 1987, yakni peningkatan efisiensi, inovasi, dan
produktivitas beberapa sektor industri (menengah ke atas) guna meningkatkan
ekspor non migas, adapun langkah-langkahnya:
1.
Penyempurnaan
dan penyederhanaan ketentuan impor
2.
Pembebasan
dan keringanan bea masuk
3.
Penyempurnaan
klasifikasi barang
4.
Paket
Kebijakan 24 Desember 1987 (PAKDES) adalah restrukturisasi bidang ekonomi dalam
rangka memperlancar perijinan (deregulasi).
5.
Paket
27 Oktober 1988 : kebijakan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan
menghimpun dana masyarakat untuk biaya pembangunan.
6.
Paket
Kebijakan 21 November 1988 (PAKNOV) yakni deregulasi dan debirokratisasi bidang
perdagangan dan hubungan laut.
7.
Paket
Kebijakan 20 Desember 1988 (PAKDES), yakni kebijakan dibidang keuangan dengan
memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan
aktivitas yang lebih produktif, juga berisi mengenai deregulasi dalam hal
pendirian perusahaan asuransi.
F.
Periode Pelita V
Menitikberatkan
sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada pangan dan
meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri khususnya
industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga
kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat
mengahsilkan mesin mesin industri.
Pelita V
adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu
dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita
VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk
memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Pengarahan
pada pengawasan, pengendalian dan upaya produktif untuk mempersiapkan proses
tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, yakni
kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
2.
Kebijaksanaan
Moneter
Kebijakan
moneter secara umum adalah proses mengatur persediaan
uang
sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat
melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui
persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan
moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi
ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta
neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam
kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk
memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan
dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan
moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi
secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur
keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat
terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam
pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah
satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro
wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
·
Kebijakan
Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu
kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
·
Kebijakan
Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu
kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan
kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
·
Operasi
Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi
pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau
membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah
jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun,
bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual
surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara
lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan
SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
1.
Fasilitas
Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas
diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat
bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan
uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang
bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya
menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
2.
Rasio
Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio
cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah
dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah
jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan
jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
·
Himbauan
Moral (Moral Persuasion)
Himbauan
moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan
memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan
pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi
jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank
sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
3.
Kebijakan
Fiskal
Kebijakan
fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi
suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan
moneter,
yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga
dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah
pengeluaran dan pajak.
·
Perubahan
tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi
variabel-variabel berikut:
2.
Pola persebaran sumber daya
3.
Distribusi pendapatan
Tujuan
kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi
pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang
diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y)
dan tingkat kesempatan kerja (N).
Konsep-konsep Dasar
•Kebijakan Fiskal:
perubahan-perubahan pada belanja atau penerimaan pajak pemerintahan pusat yang
dimaksudkan untuk mencapai penggunaan tenaga kerja-penuh, stabilitas harga, dan
laju pertumbuhan ekonomi yang pantas.
•Kebijakan Fiskal Ekspansioner: peningkatan belanja
pemerintah dan/atau penurunan pajak yang dirancang untuk meningkatkan
permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk
meningkatkan produk domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran.
•Kebijakan Fiskal
Kontraksioner:
pengurangan belanja pemerintah dan/atau peningkatan pajak yang dirancang untuk
menurunkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini
adalah untuk mengontrol inflasi.
•Efek Pengganda: dalam ilmu ekonomi,
peningkatan belanja oleh konsumen, perusahaan atau pemerintah akan menjadi pendapatan
bagi pihak-pihak lain. Ketika orang ini membelanjakan pendapatannya, belanja
tersebut menjadi pendapatan bagi orang lain dan seterusnya, sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan produksi dalam suatu perekonomian. Efek
pengganda dapat juga berdampak sebaliknya ketika belanja mengalami penurunan.
•Kebijakan Fiskal Sisi-Penawaran: kebijakan fiskal dapat
secara langsung mempengaruhi bukan saja permintaan agregat, namun juga
penawaran agregat. Sebagai contoh, pemotongan tarif pajak akan memberikan
insentif bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi atau investasi barang modal,
karena mereka memperoleh pendapatan setelah pajak yang lebih besar yang kemudian
dapat dibelanjakan.
4. kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal di sektor luar negeri:
·
Kebijakan Menekan
Pengeluaran
Dilakukan
dengan cara mengurangi pengeluaran konsumsi.
Cara :
a)
Menaikkan
pajak pendapatan
b)
Menaikkan
tingkat bunga
c)
Mengurangi
pengeluaran pemerintah
·
Kebijakan Memindahkan Pengeluaran
Cara :
1.
Memaksa
a)
Mengenakan tarif dan atau kuota
b)
Mengawasi pemakaian valuta asing
2.
Rangsangan
a)
Ekspor : mengurangi pajak komoditi ekspor, menyederhanakan prosedur ekspor,
memberantas pungli dan biaya siluman
b)
Menstabilkan harga dan upah di dalam negeri
c)
Melakukan devaluasi
5. Adapun kebijakan moneter dan kebijakan fiskal di sektor dalam
negeri:
1) Kebijakan Moneter
Sekumpulan tindakan pemerintah
di dalam mengatur perekonomian melalui tingkat bunga.
a) Kebijakan Moneter Kuantitatif
Mengatur
tingkat bunga melalui operasi pasar terbuka melaui SBI, merubah tingkat bunga
diskonto, merubah presentase cadangan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap
bank umum
b) Kebijakan Moneter Kualitatif
Mengatur dan
menghimbau pihak bank umum /lembaga keuangan lainnya baik manajemen maupun
produk yang ditawarkan untukmendukung kebijakan moneter kuanitatif bank
Indonesia
2) Kebijakan Fiskal
Tindakan pemerintah dalam
mengatur ekonomi melalui anggaran belanja negara.
·
Macam-macam kebijakan
fiskal dalam ekonomi adalah:
1.
Pajak
langsung dan pajak tidak langsung
2.
Pajak
regresif, sebanding dan progresif
3.
Penerimaan
pemerintah, pengendali tingkat pengeluaran masyarakat
4.
Untuk
lebih memeratakan distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat.
Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)
·
Kondisi Ekonomi Indonesia
Pada Akhir Masa Orde Baru
Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan
dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber
daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak
utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda
negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan
peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim
Orde Baru runtuh.
Disamping
itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan
pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar
pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah
penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan
kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses
pembangunan ekonomi.
Keberhasilan
Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu berswasembada
pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang politik.
Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah
Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai
menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti
yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang
dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir
tahun 1960.
Namun,
dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat
dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan
Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
·
Kondisi Ekonomi Indonesia
Pada Akhir Masa Orde Baru
G.
Pelita VI (1
April 1994 – 31 Maret 1999)
Pada masa
ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan
ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Namun Pelita
VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik
lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
Indonesia
dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula
berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya
menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah
jalan.
Kondisi
ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang
dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat.
Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian
Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh..
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan
ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat
terasa semakin tajam. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial).
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik,
ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan
tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi
penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor
inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional
Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal
menunjukan taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Mukhyi, M. A. (2011). Kebijakan-kebijakan pemerintah.
Dipublikasikan Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma diunduh pada tanggal 12 Maret
2012.
·
Tamburan, Tulus T,H., Dr. (1996) Perekonomian Indonesia.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
·
Tambunan, Tulus T.H., Dr. (2001). Perekonomian Indonesia Teori dan temuan
Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia.
·
Dani. (2010). Masa Reformasi. Retrieved from http://dani.blog.fisip.uns.ac.id/2011/05/09/masa-reformasi/
diunduh pada tanggal 15 Maret 2012.
Komentar
Posting Komentar